
JAKARTA – Pemerintah tengah menargetkan peralihan besar-besaran dari angkutan umum berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik berbasis baterai, dengan target 100 persen terealisasi pada 2045.
Namun, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai bahwa transisi ini tak cukup hanya bermodal target ambisius, melainkan membutuhkan strategi komprehensif dan komitmen politik kuat.
“Ini bukan sekadar mimpi mengganti bus berbahan bakar fosil dengan bus listrik, tapi juga membangun ekosistem yang mendukung, keberlanjutan finansial, dan dukungan publik,” ujar Yannes saat dihubungi, Antara, Minggu, 29 Juni.
Menurut Yannes, keberhasilan program kendaraan listrik sangat bergantung pada keberpihakan dan arah kebijakan pemerintah yang jelas. Karena program ini bersifat government-driven, maka visi jangka panjang dan konsistensi kebijakan mutlak diperlukan.
“Tanpa kejelasan dan kesinambungan kebijakan, transisi ini bisa terhambat di tengah jalan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi transparan kepada seluruh pemangku kepentingan, mulai dari operator transportasi, produsen kendaraan, investor, hingga masyarakat umum. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan memperkuat dukungan terhadap program kendaraan listrik.
Pemerintah menargetkan sebagian besar sarana angkutan umum berbasis listrik pada 2030, dan keseluruhan transportasi umum sudah bebas emisi pada 2045. Langkah ini dilakukan untuk menurunkan emisi karbon dan mengurangi polusi udara, khususnya di kawasan perkotaan dan destinasi wisata.
Untuk mendukung program ini, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) juga menargetkan 50 persen armadanya sudah menggunakan tenaga listrik pada 2027, dan seluruhnya pada 2030.
Lebih lanjut, Yannes mengingatkan bahwa ekosistem penunjang seperti infrastruktur pengisian daya, skema pembiayaan kendaraan listrik, hingga ketersediaan pasokan komponen, harus disiapkan sejak dini. Tanpa itu, transisi bisa macet di tengah jalan.
SEE ALSO:
“Konsistensi kebijakan adalah kunci agar investor berani menanamkan modal, dan operator merasa aman untuk bertransisi,” ujar dia.