
JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa produksi beras nasional yang meningkat seharusnya dapat mendorong penurunan harga beras di pasaran.
Ia mengimbau kepada para pelaku penggilingan padi agar menyesuaikan harga pembelian gabah dan memperhatikan harga eceran tertinggi (HET) beras yang berlaku bagi konsumen.
“Hasil terbarunya, nanti tolong bantu cross-check, saya sudah melihat ada penurunan harga beras. Penurunan harga beras itu maksudnya apabila, harusnya kalau produksinya versus last year itu kita kelebihan 3 juta ton, maka harusnya harga berasnya itu turun,” ucapnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 17 Juli.
Dari Januari hingga proyeksi Agustus 2025, lanjut Arief, produksi beras nasional meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bila dibandingkan tahun 2022 dan 2023, produksi tahun ini naik 1,2 juta ton.
“Kalau produksi Januari sampai dengan project bulan Agustus, beras itu versus last year itu selisihnya 3 juta ton, kemudian tahun ini kalau dibandingkan 2023 dan 2022 produksinya naik 1,2 juta ton, harusnya harga berasnya itu tidak naik signifikan,” ujarnya.
Terkait harga gabah, Arief menekankan keseimbangan antara kepentingan petani dan daya beli konsumen. Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah telah menetapkan harga pembelian gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg).
“Pada saat harga itu sudah Rp 7.100, Rp 7.200, teman-teman penggiling padi juga harus melihat bahwa di ujung itu ada 280 juta konsumen, yang harganya itu dibatasi HET Rp 14.900,” katanya.
BACA JUGA:
“Jadi tolong, dalam membeli gabah juga melihat, mempertimbangkan sampai di batas mana supaya HET itu tidak terlampaui. Misalnya kalau HET-nya akan terlampaui pada saat harga gabah. Misal Rp 7.500, jangan lebih dari Rp 7.500, itu alasannya HET-nya,” imbau Arief.
Arief juga mengingatkan bahwa pengendalian harga tidak hanya bergantung pada pemerintah, melainkan juga perlu dukungan dari seluruh pelaku usaha pangan, khususnya pelaku penggilingan padi dan distributor.