Lonjakan Kasus Kanker Pencernaan di Kalangan Gen X dan Milenial, Kenali Gejala Awalnya

Lonjakan Kasus Kanker Pencernaan di Kalangan Gen X dan Milenial, Kenali Gejala Awalnya


Ilustrasi kanker di saluran pencernaan (Freepik)

JAKARTA – Kasus kanker di organ pencernaan kini tidak lagi hanya menyerang usia lanjut. Penelitian terbaru menunjukkan jumlah penderita kanker saluran cerna, seperti kanker usus buntu, usus besar, dan lambung, meningkat tajam pada kelompok usia muda, khususnya generasi X (lahir 1965–1980) dan milenial (lahir 1981–1996).

Tren ini memicu kekhawatiran di kalangan tenaga medis, karena banyak dari pasien muda ini terlambat terdiagnosis akibat gejalanya yang mirip gangguan pencernaan biasa.

Sebuah studi dari Vanderbilt University Medical Center yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa angka kejadian kanker usus buntu lebih dari tiga kali lipat pada mereka yang lahir antara 1976 hingga 1984, dan bahkan empat kali lipat lebih tinggi pada yang lahir antara 1981 hingga 1989, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Kenaikan serupa juga terjadi pada kanker usus besar dan lambung.

“Tren ini mengkhawatirkan dan tidak bisa diabaikan,” ujar Dr. Andreana Holowatyj, peneliti utama studi tersebut, dikutip dari laman CNN.

Ia menjelaskan banyak dari kanker ini terdeteksi bukan karena skrining rutin, melainkan  gejala akut yang memaksa pasien ke rumah sakit.

Kanker di saluran pencernaan sering kali tidak menunjukkan gejala khas pada tahap awal. Namun, beberapa tanda berikut sebaiknya tidak dianggap sepele:

– Sakit perut berulang atau terus-menerus, terutama di perut bagian kanan bawah (pada kasus usus buntu).

– Mual dan muntah yang tidak jelas penyebabnya.

– Kembung atau rasa penuh di perut, meski tidak banyak makan.

– Perubahan pola buang air besar, seperti diare atau sembelit yang berlangsung lama.

– Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

– Adanya darah dalam tinja (baik terlihat merah terang maupun gelap).

– Cepat lelah dan lemas, yang bisa disebabkan oleh anemia kronis akibat perdarahan internal.

Dr. Andrea Cercek dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center menambahkan bahwa banyak pasien muda tidak menyangka mengidap kanker karena mereka merasa hidup sehat.

“Sering kali mereka makan cukup baik, rutin berolahraga, tapi lupa bahwa stres, pola tidur, dan paparan lingkungan juga berperan,” ujarnya.

Meskipun belum ada satu penyebab pasti, para ahli mencurigai beberapa faktor, yakni pola makan tinggi lemak dan rendah serat, kegemukan (obesitas), kurangnya aktivitas fisik, paparan bahan kimia atau polutan, kebiasaan merokok atau konsumsi alkohol berlebihan, hingga stres kronis dan kebiasaan memendam emosi

“Generasi sekarang hidup dalam tekanan dan ritme hidup yang tinggi, yang berdampak langsung pada kesehatan tubuh,” jelas Dr. Holowatyj.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada metode skrining rutin untuk kanker usus buntu, sehingga pencegahan dan kewaspadaan menjadi kunci.

Meskipun kanker ini masih termasuk langka, peningkatan kasusnya menunjukkan perlunya perubahan cara pandang terhadap kesehatan. Pemeriksaan dini, seperti kolonoskopi untuk kanker usus besar, disarankan terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga.

Chris Williams, seorang penyintas kanker usus buntu, mengingatkan pentingnya mendengarkan sinyal dari tubuh.

“Kalau saya tidak ke rumah sakit saat merasakan sakit, mungkin saya tidak akan ada hari ini.” katanya.

Kini, ia menyuarakan tentang pentingnya kesehatan fisik dan mental, terutama di kalangan pria muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *