
JAKARTA – Pewaris terakhir monarki Iran menyebut keruntuhan otoritas Iran saat ini diperlukan untuk memberikan perdamaian abadi dan stabilitas regional Iran.
Para pejabat di Washington sebelumnya mengatakan tujuan pengeboman AS bukanlah “pergantian rezim”. Tapi dalam unggahan di media sosial pada Minggu, Presiden AS Donald Trump mengemukakan kemungkinan pergantian rezim Iran.
“Sekaranglah saatnya untuk berdiri bersama rakyat Iran. Jangan ulangi kesalahan masa lalu. Jangan berikan harapan hidup kepada rezim ini. Penghancuran fasilitas nuklir rezim itu sendiri tidak akan menghasilkan perdamaian,” kata Reza Pahlavi, putra Shah yang diasingkan, dalam konferensi pers di Paris dilansir Reuters, Senin, 23 Juni.
“Anda benar untuk khawatir tentang penghentian senjata nuklir dan mengamankan stabilitas regional, tetapi hanya transisi demokrasi di Iran yang dapat memastikan tujuan-tujuan ini tercapai dan bertahan lama,” sambungnya.
Pihak berwenang Iran belum menanggapi pernyataan Pahlavi.
Pahlavi hidup di pengasingan selama hampir empat dekade, sejak ayahnya, Shah yang didukung AS, digulingkan dalam Revolusi Islam 1979.
Tidak jelas seberapa besar dukungan yang diterima Pahlavi di Iran. Banyak warga Iran yang ingat polisi rahasia represif Shah, Savak termasuk slogan-slogan pro dan anti-monarki selama demonstrasi massa di Iran di masa lalu.
BACA JUGA:
Tanpa memberikan bukti, Pahlavi mengatakan sistem pemerintahan di Iran sedang runtuh dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, keluarganya, dan pejabat senior lainnya sedang bersiap untuk meninggalkan negara itu.
“Ini adalah momen Tembok Berlin kita. Namun seperti semua momen perubahan besar, momen ini penuh dengan bahaya,” katanya, mengacu pada runtuhnya tembok yang memisahkan Berlin Timur dan Barat pada tahun 1989 saat blok Komunis yang dipimpin Soviet runtuh.