
JAKARTA – Di tengah meningkatnya tren gaya hidup sehat, masyarakat kini semakin akrab dengan konsumsi suplemen sebagai pelengkap nutrisi harian. Namun, tidak semua yang berlabel “alami” bisa dikonsumsi secara sembarangan.
Para ahli mengingatkan bahwa pemahaman yang keliru terhadap suplemen, terutama yang mengklaim berasal dari bahan alami dapat menimbulkan risiko kesehatan jika tidak disertai pengetahuan yang memadai.
Alex Teo, Director of Research Development and Scientific Affairs Asia Pacific di Herbalife, menegaskan bahwa masyarakat perlu bersikap kritis terhadap produk suplemen yang beredar di pasaran. Menurutnya, tren penggunaan bahan alami yang semakin populer di kawasan Asia Pasifik tidak boleh mengesampingkan aspek keamanan dan efektivitas.
“Label alami sering kali disalahartikan sebagai jaminan aman, padahal kenyataannya tidak demikian. Beberapa bahan herbal bisa menimbulkan efek samping atau bahkan berinteraksi negatif dengan obat lain,” ujar Alex seperti dikutip ANTARA.
Ia menekankan penting bagi konsumen untuk memahami secara menyeluruh isi kandungan, dosis yang tepat, dan potensi interaksi suplemen dengan obat-obatan yang mungkin sedang dikonsumsi.
BACA JUGA:
Pengawasan terhadap suplemen di Indonesia sendiri dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui sejumlah regulasi penting, seperti Peraturan BPOM No. 10 Tahun 2024 tentang penandaan produk serta Peraturan No. 24 Tahun 2023 mengenai standar mutu dan keamanan produk. Regulasi ini bertujuan memastikan masyarakat mendapat perlindungan dengan mengakses informasi yang jelas dan akurat tentang suplemen yang mereka konsumsi.
Sayangnya, masih banyak mitos yang beredar di masyarakat, misalnya anggapan bahwa produk alami tidak memiliki efek samping, aman dikonsumsi tanpa batas, atau bisa menggantikan pengobatan medis.
Teo mencontohkan bahwa bahan seperti akar licorice (akar manis), meskipun tergolong alami, dapat menyebabkan tekanan darah tinggi jika dikonsumsi berlebihan. “Setiap bahan, baik alami maupun sintetis, seharusnya dievaluasi berdasarkan uji ilmiah dan hasil laboratorium,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak memilih suplemen hanya berdasarkan tren atau iklan, tetapi lebih pada pertimbangan medis dan kebutuhan kesehatan pribadi.
“Menjaga kesehatan tidak cukup dengan mengikuti arus, tetapi perlu pendekatan yang berbasis sains dan konsultasi dengan tenaga kesehatan,” pungkasnya.