
JAKARTA – Pernahkah Anda atau kerabat merasa diteror di jalan oleh orang tak dikenal yang tiba-tiba mengaku sebagai penagih utang? Di Jakarta Timur, kejadian semacam ini bukan hal baru. Para pelaku sering menyamar sebagai debt collector, padahal sebenarnya hanyalah preman jalanan yang mengincar kendaraan warga.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, menegaskan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi praktik premanisme yang meresahkan warga ini.
“Kalau ada kegiatan berbau premanisme, maka apa boleh buat, kita akan melakukan tindakan tegas. Apalagi yang bertindak seperti debt collector, tapi dia bukan lembaga resmi,” ujar Nicolas, ANTARA, Kamis (15/5).
Di Jakarta Timur, para pelaku ini lebih dikenal dengan sebutan mata elang atau matel. Mereka bergerak di jalanan, menyasar warga secara acak, lalu berpura-pura menagih cicilan kendaraan. Modusnya mirip drama kejar-kejaran di film aksi: korban diikuti, dipepet di tempat sepi, lalu diintimidasi agar menyerahkan kendaraan.
BACA JUGA:
“Orang yang dibuntuti biasanya takut, apalagi diancam. Akhirnya menyerahkan motornya begitu saja. Padahal itu bukan penagihan, itu perampasan, itu kriminal,” tegas Nicolas.
Namun masyarakat perlu tahu: tidak semua debt collector itu ilegal. Dalam konteks hukum, penagih utang resmi diatur dalam Undang-Undang Fidusia. Mereka harus memiliki sertifikat profesi, surat tugas, dan dokumen legal lainnya. Penagihan pun harus dilakukan secara damai, tanpa tekanan apalagi kekerasan.
“Debt collector resmi tidak bisa main pukul, tidak boleh pakai ancaman. Kalau sampai ada tindakan kasar, kami anggap itu bukan penagihan, itu premanisme,” tambah Nicolas.
Polres Metro Jakarta Timur kini mengambil sikap tegas. Setiap aksi jalanan yang mengancam kenyamanan warga akan ditindak. Tak peduli siapa pelakunya, jika menggunakan kekerasan atau intimidasi, akan langsung diamankan.
“Kami ingin warga merasa aman di wilayahnya sendiri. Kalau ada kejadian seperti ini, segera laporkan. Kami siap hadir,” pungkasnya.