
JAKARTA – Pemerintah Indonesia bergerak cepat membenahi Geopark Kaldera Toba setelah kawasan tersebut mendapat peringatan atau “kartu kuning” dari UNESCO.
Teguran ini dikeluarkan karena standar pengelolaan dan kelengkapan fasilitas di kawasan taman bumi tersebut dinilai belum sesuai dengan kriteria UNESCO Global Geoparks.
Peringatan itu diberikan dalam pertemuan UNESCO di Maroko pada September 2023, di mana Kaldera Toba dinilai belum optimal dari segi tata kelola dan fasilitas pendukung. Badan pengelolanya belum memenuhi sejumlah standar internasional yang ditetapkan oleh UNESCO.
Merespons hal tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hariyanto, menyampaikan saat ini tengah disusun rencana penataan kawasan (site plan) untuk Geopark Kaldera Toba.
“Penyusunan site plan akan diselesaikan oleh Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopak bersama dinas yang menangani sumber daya energi dan mineral Provinsi Sumatera Utara,” katanya seperti dikutip ANTARA.
Menurut Hariyanto, pemerintah juga telah menyiapkan dana alokasi khusus (DAK) tahun anggaran 2024 senilai Rp56,6 miliar. Dana ini akan digunakan untuk membangun fasilitas pariwisata seperti amenitas dan atraksi di kawasan wisata alam, perairan, dan budaya yang ada di sekitar Danau Toba. Fokus pembangunannya tersebar di delapan kabupaten yang berada di kawasan Kaldera Toba.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, dana tersebut akan dimanfaatkan untuk meningkatkan visibilitas kawasan Geopark Kaldera Toba. Beberapa infrastruktur yang akan dibangun antara lain gerbang utama (gapura) geopark, totem identitas, serta papan interpretasi edukatif yang akan dipasang di Geosite Silalahi, Kabupaten Dairi.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat posisi Kaldera Toba di mata dunia, Kementerian Pariwisata bersama Badan Pengelola Geopark akan menyelenggarakan seminar internasional pada 26 Juni 2025.
Seminar tersebut akan mengulas potensi geologi dan budaya Geopark Kaldera Toba serta menjadi persiapan menghadapi evaluasi ulang dari UNESCO.
Dalam seminar itu, akan hadir para pakar geologi dan kebudayaan, termasuk Prof. Mega Fatimah Rosana, Ph.D dan Ananto K. Seta, Ph.D dari Indonesia serta Prof. Ibrahim Komo, Ph.D dari Malaysia. Diharapkan forum ini menjadi ajang pertukaran pengetahuan dan strategi untuk memperkuat pengelolaan geopark sesuai standar internasional.