
JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mempertanyakan efektivitas pemangkasan luas rumah subsidi, merespons rencana pemerintah untuk memangkas batas luas tanah minimal rumah subsidi dari semula 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman Dhony Rahajoe memahami, alasan di balik rencana ini, terutama jika berkaca pada kota-kota besar di negara maju.
Di sana, harga lahan yang tinggi dan kebutuhan akan hunian yang dekat dengan tempat kerja memaksa pengembangan rumah berukuran lebih kecil atau compact.
“Namun, ke-compact-an ini diimbangi dengan teknologi pengelolaan limbahnya, kemudian pembangunan high-rise, serta penggunaan furnitur yang sudah semuanya fungsional atau multifungsi,” kata Dhony dilansir ANTARA, Selasa, 3 Juni.
Meski demikian, Dhony menyoroti adanya perbedaan mendasar antara kondisi di negara-negara maju dengan Indonesia, khususnya dalam aspek budaya.
Berbeda dengan masyarakat di Hong Kong, Jepang, atau negara-negara Eropa misalnya, yang cenderung soliter dan tidak ingin memiliki anak, Dhony mengatakan budaya Indonesia masih menjunjung tinggi kebersamaan keluarga besar.
Karenanya, Dhony mempertanyakan apakah desain rumah berukuran 25 meter persegi, meskipun dilengkapi teknologi dan interior multifungsi, dapat memadai untuk mengakomodasi kegiatan anggota keluarga inti, seperti suami, istri, dan anak.
Ia juga mempertanyakan apakah pengurangan luas tanah ini menjadi satu-satunya cara untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
“Itu mungkin yang harus dikaji,” ujarnya.
Dhony mengapresiasi progres yang ditunjukkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan berharap draf kebijakan ini dapat menjadi momentum untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih komprehensif.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai komponen dan elemen dalam membangun ekosistem perumahan agar semua pihak bisa duduk bersama membahas kesesuaian kebijakan ini dengan konteks Indonesia.
Pemerintah berencana merevisi batasan minimal luas tanah dan luas lantai rumah umum tapak menjadi paling kecil 25 meter persegi untuk luas tanah dan 18 meter persegi untuk luas lantai. Rencana perubahan ini tertuang dalam draf perubahan Keputusan Menteri PKP.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menanggapi pro dan kontra seputar draf tersebut.
Dia menilai, perbedaan pendapat ini wajar dan meyakini bahwa tujuan peraturan tersebut sangat baik.
BACA JUGA:
Menurut dia, regulasi ini bertujuan memperluas cakupan masyarakat yang bisa mendapatkan manfaat, serta memberikan pilihan desain rumah bersubsidi yang lebih sesuai kebutuhan konsumen tanpa merugikan mereka
“Sekarang masih tahapan menerima masukan-masukan. Pro kontra itu biasa. Tujuannya kan baik,” ujar Maurar di Jakarta, Senin 2 Juni.