FDA AS Setujui Penggunaan Suntikan Anti-HIV Paling Praktis

FDA AS Setujui Penggunaan Suntikan Anti-HIV Paling Praktis


Ilustrasi obat suntikan untuk HIV (Freepik)

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) baru saja memberikan lampu hijau untuk penggunaan suntikan dua kali setahun guna mencegah infeksi HIV. Obat tersebut bernama lenacapavir, dan dipasarkan dengan nama dagang Yeztugo oleh perusahaan farmasi Gilead Sciences.

Suntikan ini diklaim sebagai terobosan besar dalam dunia pencegahan HIV karena memberikan perlindungan hampir total hingga 96%, berdasarkan hasil uji klinis.

“Yeztugo bisa menjadi opsi PrEP transformatif yang selama ini kita tunggu. Dengan hanya dua suntikan per tahun, ini berpotensi meningkatkan akses, kepatuhan dan mengurangi stigma,” kata Dr. Carlos del Rio, pakar penyakit menular dari Emory University, dikutip dari laman CNN.

Obat ini bekerja dengan cara mencegah HIV untuk berkembang saat virus masuk ke dalam tubuh, sama seperti prinsip PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis) lainnya. Bedanya, jika selama ini PrEP harus dikonsumsi setiap hari (seperti Truvada), atau dua bulan sekali (seperti Apretude), maka lenacapavir hanya perlu disuntikkan dua kali setahun.

“Lenacapavir adalah bentuk perlindungan yang privat dan tidak merepotkan, yaitu sekali suntik, dan Anda tidak perlu memikirkannya lagi selama enam bulan,” ujar Dr. Jared Baeten dari Gilead Sciences.

Hasil uji klinis PURPOSE 2 menunjukkan  dari 2.180 peserta yang menggunakan lenacapavir, hanya dua orang yang terinfeksi HIV. Hal ini menjadikannya 89% lebih efektif dibandingkan pil PrEP harian Truvada. Bahkan, dalam studi lain (PURPOSE 1), obat ini menunjukkan efektivitas 100% pada perempuan.

Persetujuan FDA ini juga menjadi harapan baru dalam mengatasi stigma dan ketakutan yang masih melekat pada isu HIV, terutama di kalangan LGBTQ+.

Salah satu peserta uji klinis, Ian Haddock menceritakan bahwa ia mulai mengonsumsi PrEP harian sejak 2015, tetapi sering lupa atau mengalami efek samping seperti mual. Saat mendengar tentang lenacapavir, ia langsung tertarik karena bentuknya lebih praktis.

“Akhirnya ada opsi yang tidak hanya efektif, tapi juga bisa saya jalani tanpa harus mengingat setiap hari. Ini momen penuh makna buat saya,” kata Haddock, pendiri organisasi Normal Anomaly Initiative.

Menurut CEO Gilead Sciences, Daniel O’Day, lenacapavir adalah hasil dari 17 tahun riset dan menjadi bukti kemajuan ilmu kedokteran dalam mengatasi HIV.

“Ini adalah momen bersejarah. Dengan hanya dua kali suntikan per tahun dan efektivitas tinggi, kita punya alat baru yang bisa mencegah HIV secara luas,” ujar O’Day.

Meski telah disetujui, harga resmi lenacapavir untuk pencegahan HIV belum diumumkan. Untuk pengobatan HIV resistan, obat ini diketahui bisa mencapai 45 ribu dolar AS atau Rp738 juta per orang dalam per tahun tanpa asuransi. Namun, studi menunjukkan bahwa jika diproduksi massal, harganya bisa ditekan hingga 93 dolar AS (Rp1,5 juta) atau bahkan 40 dolar AS (Rp656 juta) per tahun, jika lisensi generik diberlakukan.

Para ahli menilai persetujuan ini adalah langkah penting menuju dunia tanpa HIV. Namun, muncul kekhawatiran karena pemerintahan AS saat ini mengusulkan pemotongan anggaran lebih dari 1,5 miliar dolar AS atau Rp24 triliun untuk program pencegahan HIV.

“Masa depan pencegahan HIV tidak boleh dikorbankan karena politik. Sekarang justru saatnya memperkuat dukungan.” kata Carl Schmid dari HIV+Hepatitis Policy Institute.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *