
JAKARTA – Provinsi Riau mengambil pendekatan unik dan simbolik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi satwa dan habitatnya.
Dua anak gajah sumatra, Domang dan Tari, yang kini tinggal di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), dianugerahi status warga kehormatan dengan diberi kartu tanda penduduk (KTP).
Langkah ini diprakarsai oleh Pemerintah Provinsi Riau sebagai bentuk penghormatan terhadap keberadaan satwa liar yang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengatakan bahwa pemberian KTP ini bukan hanya simbolis, tetapi juga menjadi pengingat bahwa manusia dan satwa hidup dalam hubungan yang saling bergantung.
“Domang dan Tari akan kita beri KTP, karena mereka juga bagian dari kita. Hidup berdampingan dengan alam adalah prinsip mutualisme. Jika kita menjaga lingkungan, pada dasarnya kita sedang menjaga kelangsungan hidup kita sendiri,” ujarnya usai peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Pekanbaru, seperti dikutip ANTARA.
BACA JUGA:
Domang dan Tari diharapkan menjadi ikon kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya melindungi satwa liar, terutama spesies yang terancam punah seperti gajah sumatra. Dengan simbolisasi ini, pemerintah ingin mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga hutan dan satwa di dalamnya.
Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, turut menegaskan bahwa kedua gajah tersebut merupakan representasi dari dampak kerusakan habitat akibat aktivitas manusia. Ia menyebut bahwa sebelum tiba di TNTN, Domang dan Tari harus menjalani masa sulit akibat terusir dari habitat alaminya.
“Domang dan Tari tidak bisa bersuara, tidak bisa mengadukan nasib mereka. Oleh karena itu, kita angkat mereka sebagai simbol perjuangan perlindungan hutan dan satwa. Ini bukan hanya tentang mereka, tapi tentang masa depan ekosistem kita,” kata Herry, seperti dikutip ANTARA.
Selain Tesso Nilo, Kepolisian Daerah Riau juga mengintensifkan perlindungan terhadap kawasan konservasi lainnya seperti Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Bukit Zamrud. Sepanjang tahun 2025, Polda Riau telah menangani 25 kasus pelanggaran kehutanan, menunjukkan komitmen serius dalam penegakan hukum lingkungan.
Inisiatif ini menjadi pengingat bahwa pelestarian satwa tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi juga membutuhkan gerakan sosial dan pendekatan yang menyentuh kesadaran publik secara luas.